Selasa, 28 Oktober 2008

BACALAH !

Buku bisa membunuh karakter seseorang. Bisa menjadi candu yang berbahaya.
Dan menumpulkan kepekaan.
Ini kutemui ketika aku mengalami pergesekan dengan seorang senior yang diberi julukan oleh teman-teman sang “resi “, karena setiap kata-katanya tak pernah lepas dari alenia buku yang dibacanya. Sejak usia muda dia tergila-gila dengan lembar halaman yang ditulis seorang penulis, segala hal pastilah dia cari didalam buku. Beruntung sekali dia dilahirkan di sebuah keluarga berkecukupan sehingga tak ada kesulitan ketika dia harus memuaskan keinginannya untuk berburu buku .
Pada awalnya aku terpesona mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti rangkaian mawar harum, indah dan memikat. Kami sering berdiskusi berjam-jam membahas kejadian-kejadian di sekitar kami.
Tapi akhir-akhir ini aku melihat ada yang berubah dari raut mukanya, hampir dua minggu ini parasnya keruh, menambah kerutan dari wajahnya yang tirus, ditambah lagi rambutnya ikal seperti melayang-layang karena tak tersentuh minyak rambut yang biasanya bertengger mengkilap dirambutnya. Aku makin miris ketika istrinya menelpon berkeluh kesah karena kelakuan sang “resi” semakin aneh, setiap pagi sang “resi” selalu punya ritual memakai daster miliknya dan duduk di pojok teras, menyedot rokok , tak lupa ada buku ditangannya. Kalau sudah begitu sang ‘resi” takan perduli apapun tenggelam dan tak muncul dikesadaran.
Semua berawal sejak butik istrinya terbakar disalah satu mal. Memang selama ini istrinyalah yang menjadi tulang punggung keuangan rumah tangganya, dan sang “resi” ini bekerja sebagai tutor di lembaga bimbingan belajar di sudut kota. Dia mengeluh kepadaku karena masalah ini belum ditemukan solusinya didalam buku, memang ada beberapa kiat dan trik- membuka usaha baru yang ditawarkan beberapa buku yang dibacanya, tetapi semuanya tak ada yang mendasar dan mudah untuk dilakukan. Dan dia merasa tak mampu melakukanya.
Usaha mencari jawaban terus dilakukanya dengan berburu buku di berbagai outlet buku dikota ini bahkan sampai ke luar kota , ini tidak saja membuatnya kehabisan tenaga tetapi sekaligus membuat pundit-pundi keuangan rumah tangganya bertambah morat-marit. Melihat kondisi seperti ini salah satu temanku bernama masnan memberinya solusi berdasarkan pengalaman masnan bergulat dengan kesulitan hidup yang dijalaninya dengan gigih, mengantarkannya menduduki jabatan menager di sebuah perusahaan miliknya sendiri.,dari hasil pembicaran itu tercetuslah ide untuk membuka usaha bimbingan belajar dirumah sang resi sesuai disiplin ilmu yang “ resi “ kuasai. Pasarnya adalah anak-anak sekitar komplek perumahan yang merasa kesulitan belajar. Dan untuk istrinya disarankan membuka toko kecil disudut rumah dari sisa-sisa barang butiknya yang tidak ikut terbakar. Ide ini sebenarnya sederhana dan mungkin setiap orang bisa mencetuskannya. Namun bagi sang “resi” ini sangat spektakuler. Sang “resi” terkagum-kagum bahkan bertanya dari buku karangan siapa masnan memperolehnya, dengan tersenyum enteng masnan menjawab ide itu dia peroleh sejak dia berusia 9 tahun ketika Ayahnya meninggal dunia dan dia menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan bukunya berjudul kesulitan hidup.
Dengan konsultan masnan usaha bimbingan belajar sang “resi” berjalan lancar bahkan maju pesat, murid-murid yang belajar ditempatnya bertambah setiap bulannya.
Dengan bantuan masnan pula kini sang “resi” menyewa sebuah bangunan sederhana disamping rumahnya yang kebetulan kosong untuk bimbingan belajar dan merekrut beberapa tutor dari berbagai disiplin ilmu termasuk aku turut bergabung menjadi salah satu tutor untuk memenuhi kebutuhan murid-muridnya. Begitu juga usaha istrinya berdasarkan pengalamanya berdagang, tokonya menjadi kios favorit ibu-ibu komplek perumahan.
Perlahan –lahan perekonomian sang “resi “ berubah lebih baik. Namun tidak semuanya berubah, kebiasaan sang :resi” berburu buku juga turut meningkat, semua hal permasalahan didalam bimbingan belajarnya dicarinya didalam buku, sebagian waktunya terkuras untuk mencari teori bagaimana membuat usaha bimbingan belajarnya bertambah maju. Teori demi teori dia jalankan bahkan kini mulai mengarah pada rekan-rekan tutornya yang sang “resi” harapkan sama idealnya dengan teori yang ada dibuku yang dibacanya. Kritikpun mulai dia lontarkan baik melalui lisan sampai pada surat yang langsung ditujukan pada rekan-rekan tutor.pada awalnya semua menyambut dengan baik karena ini merupakan kritik yang membangun tapi semuanya akhirnya terlalu berlebihan tak ada yang luput dari kritikan bahkan untuk hal yang sepele sekalipun. Suasana pembelajaranpun menjadi gerah karena disudut-sudut ruangan telah terpasang berbagai teori yang dikutip sang “ resi” dari sebuah buku . yang lebih parah lagi sang “resi “ tak ada waktu lagi untuk mengajar ilmu kepada murid-murid ,waktunya banyak dihabiskan untuk membaca dan menelaah bacaan dibuku yang tak pernah lepas dari tangannya. Muridnyapun hanya diberi tugas mengobservari buku-buku miliknya yang disediakannya di ruangan kelas bimbingan belajarnya.
Satu demi satu muridnya tidak betah lagi belajar di bimbingan ini, perlahan tapi pasti murid-murid mundur dan tak lagi datang dikelas karena mereka merasa tak memperoleh ilmu yang mereka butuhkan. Rekan-rekan tutorpun merasa tak lagi respek padanya karena apa yang sang “ resi’ katakan dan tuliskan tak sesuai dengan apa yang dia kerjakan. Kata-kata yang keluar dari mulut sang “resi” hanya melayang-layang diudara tak pernah sampai kebumi, tak menyentuh kalbu bagi yang mendengar. Akhirnya semua berjalan sendiri-sendiri hingga pada titik jenuh kelas bimbingan belajar perlahan mulai kosong dan rekan-rekan tutorpun mulai mengundurkan diri,memilih mengajar ditempat lain. Keadaan ini tak juga disadari oleh sang “resi” dia beranggapan untuk apa bekerja dengan orang-orang yang tak sevisi dengannya, yang seharusnya dia lebih banyak mendekati rekan-rekan untuk berdialog dan mencari jalan keluar dari kemacetan ini malah disikapinya dengan arogan seakan-akan tak lagi membutuhkan rekan-rekan kerja yang sudah sekian lama bekerjasama membangun bimbingan belajar ini.
Sinyal-sinyal yang ditampakan oleh orang-orang disekelilingnyapun tak lagi bisa ditangkapnya. kepekaanya menjadi tumpul. Ketika dia tersadar semuanya sudah terlambat,lembaga bimbingan belajarnya hampir roboh .
Kembali dia mendatangi masnan meminta saran bagaimana mengatasi semuanya, masnan pun sekali lagi memberi saran : “ Membaca merupakan sarana pembelajaran manusia untuk dapat mendalami kualitas dirinya sehingga ia dapat menjaga perannya sebagai khalifah di bumi. untuk sementara berhentilah membaca buku teks dan bacalah apa yang tampak disekitarmu. Istri,anak, orang tua, tetangga, teman dan lingkunganmu. Temukan pertanyaan dan sekaligus jawaban tentang mereka maka akan terbentanglah semua ilmu yang kau butuhkan. Dan bergurulah pada kesulitan karena Allah menjanjikan kemudahan setelah kesulitan .kejar dan maknailah “.

Gresik, 2008
Acak dewi

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wah.... kayaknya nyindir kalangan tertentu nih.....